Minggu, 31 Agustus 2014

Apa yang di-ajarkan Buddha tentang Meditasi?




Oleh. Budi Siswanto
Meditasi bukanlah hal yang asing bagi saudara-saudara kita penganut aliran kepercayaan Buddha. Banyak guru kaweruh Jendra Hayuningrat yang berlatar-belakang kepercayaan Buddha dalam mengajar meditasi tidak sesuai dengan sutta,  namun bersumber dari komentar. Hal itu disebabkan karena minimnya informasi yang diperleh dari Guru Sejati, yang mengakibatkan siswa tersebut kehabisan bahan berbicara / bertanya saat berhadapan langsung dengan sang Guru Sejati.
Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang menjadi asupan intelektual kita sendiri,  kurangnya informasi ( membaca buku, dialog-ringan, membaca tulisan/postingan di blog dll), maka bisa berakibat saat menjalankan meditasi pengajaran, tidak ada pertanyaan sama sekali. 
Dalam meditasi pengajaran, jika tidak ada  pertanyaan sama sekali, oleh Guru Lantaran dianggap sudah mengerti. Jika sudah mengerti, maka takan-penah ada pengajaran dari guru bathin. Akibatnya maka dikumpulkannya informasi-informasi yang di himpun dari komentar-komentar untuk melengkapi kekurangan-kekurangan informasi yang di peroleh dari Guru Lantaran maupun Guru Bathin. 
Padahal komentar merupaktan pendapat tentang ajaran Sang Buddha yang belum tentu sesuai dengan ajaran sebenarnya. Misalnya ada yang beranggapan bisa mencapai nibbana dengan melihat anicca, dukkha, anatta. Namun dalam Mahavagga disebutkan bahwa pada saat Anda melihat hubungan Paticca Samupada, Anda akan melihat ketiga karakteristik tersebut.  Artinya, kalau dikatakan bahwa bisa mencapai nibbana dengan anicca, dukkha, anatta maka mereka tidak melihat hubungan dengan sebab musabab yang saling bergantungan. Ajaran Paticca Samupada merupakan tulang punggung pengajaran Sang Buddha. "Jadi saya melihat bahwa mereka tidak mengikuti apa yang diajarkan dalam sutta" penjelasan Bhante Vimalaramsi Mahathera.
Buddha mengharapkan kita bahagia. Anda tersenyum, tertawa, dan bersenang-senang ketika bermeditasi. Semakin keras Anda berusaha, semakin sulit bermeditasi. Pekerjaan saya adalah meyakinkan orang agar berusaha keras dan bersenang-senang. Ini adalah ajaran Buddha. Bukan tentang konsentrasi mendalam, bukan terserap pada obyek, namun tentang kebahagiaan sepanjang waktu. Semakin Anda tersenyum, Anda semakin membawa suka cita dalam hidup. Pikiran semakin jernih. Kesadaran penuh akan berkembang dengan cepat. Bila sukacita meredup saat melakukan meditasi, Anda perlu rileks dan kembali tersenyum. Bila ada yang berkata bahwa ini tidak lucu, maka saya akan tertawa. Mereka juga tertawa.
Tertawa adalah bagian dari perjalanan spiritual, bahkan tertawa bisa menangkal tenung yang di kirimkan kepada pribadi anda sendiri oleh orang-orang yang menanamkan kebencian pada Anda. Jika Anda menertawakan diri sendiri ketika marah, maka Anda tidak akan  marah lagi. yang ada hanyalah amarah. itu artinya Anda mengubah sudut pandang Anda sendiri. Tersenyum penting dalam bermeditasi, bukan karang-kadang, namun sebaiknya sepanjang waktu. Salam Rahayu....!

Minggu, 20 April 2014

TUNTUNAN MEDITASI Dengan ber- DZIKIR - bag 9




Apakah dan bagaimanakah pencerahan itu ??? Menurut Al Ghazali adalah penyaksian (musyahadah) secara langsung. Pencerahan adalah kasyaf, terbukanya tabir, berhadap-hadapan antara Ruh yang berasal dari Cahaya Allah dengan Cahaya Allah.  Melalui cahaya ini orang-orang arif melakukan pendakian, mi’raj.  Cahaya Allah akan senantiasa menyejukkan bathin kita.  Cahaya itu akan membimbing serta memberikan petunjuk kepada kita untuk mendaki, naik ke tingkat demi tingkat berikutnya sampai kita mendapatkan harta yang luar biasa, mutiara yang tidak ada bandingnya di dalam bathin kita.
Perhatikan Firman Allah :
  1. Surat Al Balad ayat 10-12 :
Dan kami tunjukkan kepadanya dua jalan, akan tetapi dia tidak mau menempuh jalan yang mendaki. Tahukah kamu jalan yang mendaki itu.
  1. Surat Al Insiqaaq ayat 19 :
Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat.
  1. Surat An Nuur ayat 35 :
Cahaya diatas Cahaya, Tuhan akan membimbing dengan Cahaya-Nya kepada yang Dia kehendaki.

Selanjutnya berpulang kepada diri kita masing-masing, apakah ingin naik tingkat atau tidak.  Apakah kita ingin menyempurnakan keberagamaan kita ???  Bila ingin, ya kita harus mengikuti jejak Rosulullah saw sewaktu di gua Hira atau mengikuti jejak para Sufi untuk mempelajari tasawuf.  Di dunia ini, jarang sekali orang yang mau mempelajari tasawuf, tidak ada paksaan dalam ajaran Islam.  Seharusnya tasawuf di ajarkan sejak dini…agar perilaku para remaja terkendali…

Untuk mempelajari tasawuf apakah perlu dibai’at oleh seorang guru…???  Apakah Rosulullah pernah dibai’at oleh seorang guru…??? Apakah Rosulullah memiliki Guru Mursid…??? Tidak ada seorangpun manusia yang pernah menjadi guru Rosulullah.  Karena hati beliau bersih, bahkan dada beliau pernah dibelah kemudian hati beliau dicuci bersih oleh Malaikat Jibril, maka beliau bisa mendapat petunjuk langsung dari Allah.  Beliau tidak pernah dibai’at oleh siapapun.  Allah-lah Maha Guru Sejati Rosulullah yang telah membai’at Rosulullah.  Allah telah membai’at kita semua ketika masih di alam arwah. Allah berfirman : Bukankah Aku Tuhan-mu.  Para Ruh menjawab : Benar kami bersaksi ( Al A’raf 7 :172 )…!!! 
Kata Rosulullah kita harus berpegang pada Al Qur’an dan Sunah…  Apakah kita masih belum percaya kepada Rosulullah, sehingga berpegang pada guru mursid???
Allah pun berfirman  :
Katakanlah : jika kamu mencintai Allah ikutilah aku ( Muhammad ), niscaya Allah mencintaimu dan juga mengampuni dosa-dosa kamu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ( ALI IMRAN 3 : 31 )

Apakah kita masih ingin dibai’at oleh seorang guru yang disebut guru mursid…??? Apakah pegangan kita harus beralih kepada guru mursid …???  Pada umumnya setelah kita dibai’at oleh seorang guru yang menamakan dirinya guru mursid… kita harus selalu patuh kepadanya… Akibatnya muncul iman taklid dan panatisme yang berlebihan kepada guru tersebut… Kemudian beranggapan bahwa seolah-olah hanya ajaran gurunya saja yang paling benar… Pola pikir menjadi terpasung… Tidak berkembang.  Apa yang diperintahkan guru segera dikerjakan tanpa dicerna lagi… Para murid yang dibai’at lupa bahwa guru mursid juga manusia biasa yang darahnya masih merah, masih mempunyai hawa nafsu…  Imam Al Ghazali tidak menghendaki kita taklid dan dogmatis… Karena beliau adalah orang yang sangat kritis.  Beliau dikenal sebagai Hujatul Islam melalui bukunya : IHYA ULUMUDDIN. Lalu apakah Al Ghazali membai’at murid-muridnya…??? Bagaimana bila kita tidak pernah berjumpa dengan guru mursid…???  Kini abad IPTEK.  Bukalah internet untuk menambah wawasan tentang tasawuf.   Kita tidak usah takut untuk berlatih dzikir – meditasi sendiri agar kita bisa mencapai tingkatan ikhsan…!!!  Ingat Guru Sejati ada di dalam diri…!!!!   Dia adalah Allah yang telah membai’at kita ketika masih di alam arwah dan Allah yang akan membimbing perjalanan kita menuju kepadaNYA … bukan manusia…!!! 
Ingat : laa ilaha ilallaah adalah benteng Ku, barang siapa yang memasukinya, maka dia berada dalam perlindungan-Ku ( Hadits Qudsi )

 Lanjutan Tulisan : TUNTUNAN MEDITASI   Dengan ber- DZIKIR - bag  10