Laman

Minggu, 09 Juni 2013

Meditasi dan Kontemplasi

Pertanyaan:

Rahayu....  _()_
Saya seorang umat Kristen di salah satu gereja yang ada di Indonesia dan saya tertarik dengan spiritual Jawa. Awalnya saya pikir tidak ada orang kristen yang percaya dengan kejawen. Mengingat doktrin theologia gereja selalu mengedepankan ajaran alkitab yang lasim di sebut alkitabiah.

Theologia gereja saya tidak mengajarkan tentang meditasi, oleh karena itu, demi memuaskan keinginan bathin saya, saya banyak belajar dari buku-buku meditasi Kristiani yang saya pinjam dari teman-teman Katholik. Tolong jelaskan bagaimana ajaran katolik mengenai pemahaman meditasi dan kontemplasi, dan bagaimana pula perbedaannya menurut kawerh Jendra Hayuningrat, karena akhir-akhir ini saya mengenal meditasi Kristiani dari Fr John Main OSB, seorang rahib Benedictin? Menurut Guigo (the ladder of monk), menurut beliu meditasi merupakan upaya memahami atau merenungkan karunia Allah sedangkan kontemplasi merupakan upaya merasakan indahnya karunia tersebut. Definisi lain mengatakan bahwa meditasi yang berasal dari kata meditare (“stare in medio”) berarti “berada di pusat,” sedangkan kontemplasi berarti bersama Allah di dalam hati kita.

Saya juga ingin dijelaskan tentang posisi manusia di hadapan  Allah menurut ajaran Jendra. Apakah manusia berhadapan dengan Allah seperti seorang hamba yang bertelut di hadapan sang Raja ataukah manusia boleh menjadi satu dengan-Nya seperti ajaran Alm Rm Dick Hartoko SJ, Syech Siti Jenar dan para guru lantaran kaweruh kebathinan, yaitu “manunggaling kawulo-gusti”? Dalam Alkitab kita memang menemukan ayat-ayat yang mendukung kedua pandangan tersebut. Dalam Lukas 10:42, Yesus mengatakan "Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya karena Maria telah duduk dekat kaki Tuhan dan mendengarkan perkataan-Nya". Sementara di dalam Yohanes 14:20, Yesus mengatakan, “Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.”

Demikian email saya, bukan bermaksud menguji pengetahuan bapak, semoga bapak tidak tersingung karena email saya bertanya bukan tentang Jendra, akan tetapi lebih ke persoalan iman kristiani. Mohon penjelasan secara alkitabiah agar dalam menjalani spiritual yang menjadi pemuas bathin saya, saya tidak menyimpang dari tuntunan alkitab yang menjadi dasar iman kristiani.

Saya pribadi akan senang sekali kalau email ini di terbitkan dalam postingan bapak, sekaligus terbitkan juga dalam postingan jawaban-jawaban dari bapak. Kiranya Tuhan memberkati bapak sekeluarga.
From : of a person in one place

Jawaban:

Rahayu sagung dumadi  _()_

Pertama : Saya mencoba melepaskan diri dari pengetahuan yang saya miliki tentang dasar meditasi Jendra, agar saya bisa masuk kedalam semua pertanyaan dan pemahaman saudara tentang meditasi. Jika kita melihat meditasi dan kontemplasi dalam tradisi do'a Gereja Katolik, maka kita dapat melihat pengertian meditasi - kontemplasi yang saudara sampaikan adalah benar ( mungkin karena saudara membaca buku yang tepat tentang meditasi gerejawi ).

Saya sendiri banyak belajar dari seorang Romo muda ( nama dan domisili saya rahasiakan) dan saya mendapat hadiah beberapa buku serta ebook tulisan Rm Yohanes Indra Kusuma, St Yohanes dari Salib dan beberapa buku tulisan penulis ternama lainya di jajaran Katholik. Dalam tradisi doa Karmelit, seperti yang diajarkan oleh St. Teresa dari Avila, dan diteruskan oleh Padre Tomas de Jesus (1587), maka terlihat meditasi dan kontemplasi merupakan dua metoda do'a yang saling berkaitan. Ketujuh bagian dalam metoda do'a Karmelit adalah: persiapan, pembacaan dari Alkitab/ bacaan rohani, meditasi, kontemplasi, ucapan syukur, permohonan, dan penutup. ( kalau saudara berasal dari Jember, hal ini saya trapkan dalam perkumpulan kemisan, yang bertempat di kanopi gereja Katholik Jln Kartini Jember )

Memang meditasi menurut St. Teresa dari Avila, sebaiknya diikuti oleh Prayer of recollection, yang artinya mengumpulkan semua usaha dari jiwa, yaitu, baik memori, imajinasi, intelek/ pemikiran, ataupun keinginan untuk dapat dipusatkan dan masuk dalam hadirat Allah. Langkah selanjutnya dari Prayer of recollection ini adalah Prayer of Quiet, yang menjadi awal dari kontemplasi. Di dalam bukunya “Puri Batin/ Interior Castle“, St. Teresa mengumpamakan sebuah ‘istana kristal’ yang berlapis-lapis yang ada dalam hati kita. Pada pusatnya hadirlah Yesus dengan terang-Nya yang memancar. Namun untuk sampai ke sana kita harus melalui lapisan-lapisan ‘bilik/ mansion‘ tersebut, yang totalnya berjumlah 7 lapisan. Pada lapisan awal itu terdapat banyak ‘binatang melata’ atau kalau dalam meditasi Jendra " Monyet/beruk" yang mengganggu dalam meditasi kita, yaitu pikiran-pikiran yang mengganggu konsentrasi kita sewaktu berdoa.

Oleh karena itu untuk menepiskan gangguan ini, menurut St. Teresa di beberapa bukunya yang saya baca, seseorang harus mengumpulkan segenap kemampuan jiwanya, agar ia dapat terus memusatkan diri kepada Yesus yang ada pada lapisan yang terakhir (bilik yang ketujuh). Pada lapisan terakhir inilah kita mengalami persatuan dengan Allah yang menjadi tujuan kontemplasi. Maka terlihat di sini bahwa meditasi dan prayer of recollection tersebut merupakan langkah/ jalan menuju kontemplasi. Mungkin suatu saat nanti Kaweruh Transparan akan menuliskan tentang  apa saja ketujuh tahapan menurut St. Teresa tersebut, sehingga bersama kita akan dapat semakin memahami perjalanan doa menuju kontemplasi.

Jadi melihat pola tingkatan ini, maka ajaran Fr. John Main OSB dengan memperkenalkan cara meditasi dengan mantra-mantra Kristiani, ataupun ajaran Romo Yohanes O Carm ( waktu itu penulis mengikuti ret-retnya di Ngadireso Tumpang Malang ) tentang doa Yesus dengan ritme tarikan/ hembusan nafas, dapat dikatakan tidak bertentangan dengan tradisi doa meditasi Katholik. Dengan catatan, jika mau menggunakan ‘mantra’ untuk membantu, kata itu haruslah yang umum kita kenal dan kita ketahui artinya dalam tradisi Kristiani.

Jika demikian, tentu hal ini dapat saja dilakukan, karena itu hanya merupakan cara memusatkan hati dan pikiran. Jika kita sudah terbiasa dengan ritme tersebut, maka akan lebih mudah bagi kita untuk menggunakan imajinasi atau pikiran kita untuk merenungkan tentang Allah. Jadi prinsipnya mirip dengan yang diajarkan oleh St. Teresa, bahwa kita perlu memusatkan segenap hati dan pikiran kepada Tuhan di dalam doa-doa kita.

Ini sungguh merupakan perjuangan, karena memang tak jarang, begitu kita mulai berdoa, ada banyak pikiran yang dapat mengganggu konsentrasi kita. St. Teresa mengandaikan tahap pemula ini sebagai seorang petani yang harus bersusah payah menimba air sumur untuk mengairi sawahnya, sedangkan lama kelamaan jika tidak terlalu banyak usaha yang diperlukan, itu seumpama petani yang mengairi sawahnya dengan mengarahkan air dari sungai/ mata air.

Jika kita dengan disiplin melatih rohani kita lewat meditasi/ prayer of recollection, maka ada saatnya dimana doa bukan menjadi sesuatu yang sangat sulit/ merupakan perjuangan keras (untuk mengalahkan pikiran yang berkecamuk) namun hati yang terarah kepada Tuhan akan lebih mudah tercapai. Di sini, perlu kita ketahui bahwa ada dua jenis kontemplasi, yang pertama disebut acquired contemplation yaitu kontemplasi yang diperoleh dengan ‘usaha’ dari pihak kita dan yang kedua, disebut sebagai infused contemplation, yaitu kontemplasi yang sungguh diberikan dari Allah sendiri.

Tentu kedua tahap ini mensyaratkan disposisi hati yang baik di dalam doa dan kehidupan rohani kita. Menurut St. Teresa, pure contemplation adalah infused contemplation, yang hanya dapat diberikan oleh Allah sendiri. Di akhir kontemplasi ini adalah pengalaman persatuan dengan Tuhan, dimana hanya kasih Allah yang begitu besar yang mengatasi segalanya, sehingga tidak dapat lagi diuraikan dengan kata-kata. St. Teresa mengandaikan hal ini sebagai seorang petani yang tidak perlu lagi mengairi sawahnya, karena hujan yang begitu deras telah turun dari surga dengan limpahnya, dan sang petani hanya menikmati siraman air kehidupan tersebut dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Perlu juga diketahui, bahwa St. Teresa tidak merendahkan makna doa vokal/ dengan kata-kata. Sebab jika dido'akan dengan sepenuh hati, maka doa vokal ini dapat pula menghatar seseorang kepada kontemplasi.

Kedua : Melihat pengertian di atas, maka hubungan kita dengan Tuhan di dunia ini sesungguhnya meliputi kedua sisi yang saudara sampaikan. Yaitu kita harus belajar bertumbuh dalam kerendahan hati untuk duduk di kaki Tuhan seperti Maria (Luk 10:42), dan mempunyai hati sebagai seorang hamba, yang mau dengan segenap jiwa dan tenaga berusaha melaksanakan kehendak-Allah. Namun, kita juga percaya, bahwa di tengah-tengah perjalanan hidup kita di dunia ini, Tuhan menyertai kita dan tinggal di tengah kita. Inilah yang secara khusus kita rayakan dan kita alami dalam Ekaristi Kudus, Perjamuan dan dalam Jendra Kembul Bujana ( makan Klepon bersama ).

Walaupun, kita juga menyadari bahwa persatuan kita dengan Allah secara sempurna hanya terjadi di Ngayugyokarto kang kaping pindo, namun sementara hidup kita di dunia, Tuhan telah mengizinkan kita untuk mulai mengalami rahmat penyaatuan itu, melalui dan di dalam Gereja Katholik misalkan ( maaf, karena saudara tidak menjelaskan dari gereja mana ) atau Kaweruh Jendra dengan Puri Asihnya.. Lumen Gentium 1 dan KGK 776 mengatakan, Gereja adalah sarana keselamatan bagi semua orang, “tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.” atau Kaweruh Jendra Hayuningrat salah sawijining kaweruh kang paring wedaran bab jengkar tumuju Kraton Ngayugyokarto kang kaping pindo.

Memang pada akhirnya, jika kita sampai di Kraton Ngayugyokarto kang kaping pindo (surga ) nanti, yang ada tinggal penyatuan kita yang sempurna dengan Tuhan ( MKG : Manunggaling Kawula - Gusti seperti ajaran Alm Rm Dick Hartoko SJ dan Syech Siti Jenar ) atau disebut juga dengan kontemplasi yang sempurna (beatific vision), di mana kita memandang Allah di dalam Dia dalam keadaan yang sebenarnya (1Yoh 3:3), karena kita telah dipersatukan dengan Kristus. Dalam hal ini, tepatlah apa yang disampaikan oleh Alm Rm Dick Hartoko SJ “manunggaling kawulo-gusti”.

Namun perlu kita ingat dalam penyatuan antara kita dengan Allah ini tidak menjadikan kita manusia sebagai Allah. Setiap manusia akan tetap mempunyai identitasnya sendiri-sendiri, namun semuanya tergabung dalam kesatuan yang sempurna dalam kesatuan Umat Allah, sebagai satu Tubuh Kristus, yang dibangun sebagai Bait Roh Kudus, di mana Allah me-Raja di dalam semua (lih. 1Kor 15:28). Inilah tujuan akhir dari Gereja yang jaya di surga kelak dan Kaweruh Jendra Hayuningrat dengan Puri Asih-nya atau kaweruh-kaweruh kebathinan lainya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Rahayu __()__ wonten ing panjenengan sak brayat.



Sebelum beranjak dari halaman ini, saya sangat senang sekali jika Anda bersedia meluangkan sedikit waktu untuk mengunjungi  blog kami yang lainnya : Sastra JendraHayuningrat
Sudilah kiranya para pembaca untuk mengajak teman, kerabat dan kenalan berkunjung di blog tersebut, untuk mendukung kami dalam mengikuti kontes blog. Besar harapan kami untuk menang, agar kami memiliki domains yang berbayar. Trimakasih!! Salam Kejawen _()_ Rahayu!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda, like, G+, Tweeter atau apapun yang bisa meningkatkan mutu tulisan dan lebih bermanfaat bagi orang banyak.
semua komentar pasti akan di balas. Salam Rahayu!!