Oleh. Budi Siswanto
Meditasi bukanlah hal yang asing bagi
saudara-saudara kita penganut aliran kepercayaan Buddha. Banyak guru kaweruh
Jendra Hayuningrat yang berlatar-belakang kepercayaan Buddha dalam mengajar
meditasi tidak sesuai dengan sutta, namun bersumber dari komentar. Hal
itu disebabkan karena minimnya informasi yang diperleh dari Guru Sejati, yang
mengakibatkan siswa tersebut kehabisan bahan berbicara / bertanya saat
berhadapan langsung dengan sang Guru Sejati.
Hal ini terjadi karena kurangnya informasi yang
menjadi asupan intelektual kita sendiri, kurangnya informasi ( membaca
buku, dialog-ringan, membaca tulisan/postingan di blog dll), maka bisa
berakibat saat menjalankan meditasi pengajaran, tidak ada pertanyaan sama
sekali.
Dalam meditasi pengajaran, jika tidak ada
pertanyaan sama sekali, oleh Guru Lantaran dianggap sudah mengerti. Jika sudah
mengerti, maka takan-penah ada pengajaran dari guru bathin. Akibatnya maka
dikumpulkannya informasi-informasi yang di himpun dari komentar-komentar untuk
melengkapi kekurangan-kekurangan informasi yang di peroleh dari Guru Lantaran
maupun Guru Bathin.
Padahal komentar merupaktan pendapat tentang
ajaran Sang Buddha yang belum tentu sesuai dengan ajaran sebenarnya. Misalnya
ada yang beranggapan bisa mencapai nibbana dengan melihat anicca, dukkha,
anatta. Namun dalam Mahavagga disebutkan bahwa pada saat Anda melihat hubungan
Paticca Samupada, Anda akan melihat ketiga karakteristik tersebut.
Artinya, kalau dikatakan bahwa bisa mencapai nibbana dengan anicca, dukkha,
anatta maka mereka tidak melihat hubungan dengan sebab musabab yang saling
bergantungan. Ajaran Paticca Samupada merupakan tulang punggung pengajaran Sang
Buddha. "Jadi saya melihat bahwa mereka tidak mengikuti apa yang diajarkan
dalam sutta" penjelasan Bhante Vimalaramsi Mahathera.
Buddha mengharapkan kita bahagia. Anda tersenyum,
tertawa, dan bersenang-senang ketika bermeditasi. Semakin keras Anda berusaha,
semakin sulit bermeditasi. Pekerjaan saya adalah meyakinkan orang agar berusaha
keras dan bersenang-senang. Ini adalah ajaran Buddha. Bukan tentang konsentrasi
mendalam, bukan terserap pada obyek, namun tentang kebahagiaan sepanjang waktu.
Semakin Anda tersenyum, Anda semakin membawa suka cita dalam hidup. Pikiran
semakin jernih. Kesadaran penuh akan berkembang dengan cepat. Bila sukacita
meredup saat melakukan meditasi, Anda perlu rileks dan kembali tersenyum. Bila
ada yang berkata bahwa ini tidak lucu, maka saya akan tertawa. Mereka juga
tertawa.
Tertawa adalah bagian dari perjalanan spiritual,
bahkan tertawa bisa menangkal tenung yang di kirimkan kepada pribadi anda
sendiri oleh orang-orang yang menanamkan kebencian pada Anda. Jika Anda
menertawakan diri sendiri ketika marah, maka Anda tidak akan marah lagi.
yang ada hanyalah amarah. itu artinya Anda mengubah sudut pandang Anda sendiri.
Tersenyum penting dalam bermeditasi, bukan karang-kadang, namun sebaiknya
sepanjang waktu. Salam Rahayu....!